Sunday, July 29, 2012

Tugas Kuliah Semester IV Kultur jaringan pada pisang


Kultur jaringan pada pisang
Pisang tentu saja bukan sesuatu hal yang asing dalam masyarakat indonesia, mungkin semua orang pernah memakan atau merasakan pisang, tanaman pisang pada umumnya sering dijumpai di kebun atau pekarangan dekat rumah karena mudah sekali dibudidayakan. Pisang biasa dihidangkan sebagai penutup makan sekaligus menjadi pencuci mulut karena kemampuannya menghilangkan bau mulut.
Pisang biasanya dibudidayakan secara tradisional atau konvensioanl yaitu dengan menanam tunas pisang dan membiarkannya tumbuh dilahan kebun atau pekarangan rumah tanpa adanya perlakuan apapun sehingga tidak dapat tumbuh secara maksimal. Pada pisang rentan sekali terkena virus sehingga pada keturunan kedua bibit tunas yang ditanam belum tentu menghasilkan pisang yang sama seperti induknya bahkan bisa saja lebih buruk.

Sunday, July 22, 2012

Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan

LAPORAN PRAKTIKUM
KULTUR JARINGAN TUMBUHAN
 
Diajukan Untuk Memenuhi syarat Memperoleh nilai Mata Kuliah Kultur Jaringan Tumbuhan Semester Genap 2012 Prodi Pendidikan Biologi FKIP UMP

Disusun oleh:
Amalia Ratnasari
1001070004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2012


BAB I
PENDAHULUAN

Perbanyakan tanaman kita ketahui digolongkan menjadi 2, yaitu perbanyakan tanaman secara generative yaitu dengan menanam biji tanaman tertentu dan secara vegetative yaitu dapat dilakukan dengan cara cangkok, okulasi, penyambungan, merunduk, setek, walaupun perbanyakan tanaman dengan biji lebih mudah karena biji yang tidak sengaja ditanam dapat tumbuh menjadi tanaman baru namun tanaman yang baru tersebut tidak mempunyai sifat yang sama dengan induknya dan kadang dapat memperoleh tanaman yang sifatnya lebih buruk dari induknya. Sedangkan perbanyakan tanaman secara vegetative mempunyai kelebihan yaitu  dapat cepat menghasilkan keturunan baru dalam jumlah banyak sehingga biayanya lebih murah.
Di era modern sekarang ini banyak sekali cara membudidayakan tanaman secara vegetative menggunakan cara lebih praktis, lebih praktis dalam hal ini yaitu cara membudidayakan suatu tanaman yang hanya membutuhkan waktu yang relative singkat dan dengan hasil yang dihasilkan sangat memuaskan. Salah satunya yaitu dengan cara kultur jaringan in vitro tumbuhan yang dapat dilakukan pada tanaman yaitu contohnya tembakau, pisang, kelapa, melinjo, dan anggrek.
Kultur jaringan merupakan salah cara membudidayakan tanaman secara vegetative  dengan menggunakan teknik mengisolasi bagian tanaman tertentu seperti daun, mata tunas, embrio serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam medium yang dibuat steril dengan kandungan nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang transparan atau tembus cahaya sehingga tanaman dapat melakukan proses fotosintesis sehingga dapat memperbanyak diri dan bergenerasi secara lengkap dan menjadi tanaman baru yang mempunyai sifat seperti induknya.
Banyak manfaat yang diperoleh dari cara membudidayakan tanaman dengan cara kultur jaringan tumbuhan yaitu diantaranya mendapatkan tanaman yang banyak dengan waktu yang relative singkat, mempunyai sifat yang sama dengan induknya, tanaman yang bebas virus, memperoleh bibit unggul dan sebagai penyimpan plasma nutfah.
Tak dapat dipungkiri, walaupun kultur jaringan bukan hal baru dalam dunia pertanian tetapi di indonesia perkembangan kultur jaringan tumbuhan itu sendiri sangat tertinggal dengan Negara di asia lain, jika 100 orang Indonesia ditanya apa itu kultur jaringan? Maka hanya 1 orang yang bisa menjawab dan sisa 99 orang lainnya akan bertanya balik. Jika dibandingkan dengan Negara tetangga seperti Malaysia, singapura, dan Thailand maka Indonesia sudah tertinggal selama 30 tahun, hal ini berbanding terbalik dengan dahulu yaitu Negara tetangga yang khususnya Malaysia yang belajar dari Indonesia, tetapi sekarang kenyataannya Indonesia yang telah ketinggalan 30 langkah dari Negara tetangga.
Jika pemerintah Indonesia dan masyarakat Indonesia “melek” akan teknologi modern yang sudah canggih sekarang ini, pasti Negara Indonesia akan menjadi Negara yang kaya akan sumber makanan dan dapat memproduksi dan memenuhi kebutuhan akan bahan pangan yang berkuailtas sehingga tidak perlu mengimpor bahan pangan dari luar negri, sebaliknya Indonesia akan dapat menjadi produsen yang dapat mengekspor hasil bahan pangan ke luar negri.
Petani Indonesia juga dapat merasakan keuntungan dengan menggunakan perbanyakan kultur jaringan biaya produksi yang ekonomis tetapi dengan hasil yang banyak dan dalam waktu yang relative singkat serta dapat digunakan untuk penyimpanan plasma nutfah sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya besar dan tidak perlu khawatir sawah kebanjiran jika hujan melanda terus-menerus sehingga akan membantu kesejahteraan petani.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut suryowitono dalam Hendaryono DPS & Wijayani A (1994), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefsel cultuus atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang bentuk dan fungsi sama. Maka kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya.
Kultur jaringan juga dapat diartikan sebagaisalah satu cara membudidayakan tanaman secara vegetative dengan menggunakan teknik mengisolasi bagian tanaman atau jaringan tertentu seperti daun muda, tunas pucuk, batang pucuk, endosperm, keike, biji, ploem, dan epilotil serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam medium yang dibuat aseptic dan steril dengan kandungan nutrisi dan zat pengtur tumbuh dalam wadah yang transparan atau tembus cahaya sehingga tanaman dapat melakukan proses fotosintesis dan dapat memperbanyak diri serta bergenerasi secara lengkap dan menjadi tanaman baru yang mempunyai sifat seperti induknya.
Pelaksanaan kultur jaringan ini berdasarkan teori sel seperti yang telah dikemukakan oleh schleiden dan Schwann, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi yaitu kemampuan setiap sel, dari mana saja sel tersebut diambil, apalagi diletakkan dalam lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh menjadi tanaman yang sempurna (suryowitono dalam Hendaryono DPS & Wijayani A. 1994).
Menurut leo anjar kusuma (2000) kultur jaringan memiliki beberapa macam teknik, diantaranya yaitu sebagai berikut:
1.      Meristem kultur, yaitu salah satu cara dalam teknik kultur jaringan tumbuhan yang menggunakan eksplan(bagian tanaman) berupa jaringan muda atau disebut juga meristem. Teknik ini dapat dilakukan pada kultur meristem melinjo.
2.      Pollen atau anther kultur, yaitu salah satu cara dalam teknik kultur jaringan  yang menggunakan eksplan berupa serbuk sari atau benang sari tumbuhan.
3.      Protoplast kultur, yaitu merupakan salah satu teknik kultur jaringan yang menggunakan eksplan berupa protoplast ( sel hidup yang telah dihilangkan dinding selnya)
4.      Chloroplast kultur, yaitu merupakan salah satu teknik kultur jaringan yang menggunakan eksplan berupa cloroplas dengan tujuan untuk memperbaiki sifat tanaman dengan membuat varietas baru.
5.      Somatic cross atau persilangan protoplasma, yaitu merupakan salah satu teknik kultur jaringan yang berupa penyilangan dua macam protoplasma menjadi satu, kemudian dikulturkan secara in vitro dalam medium sehingga menjadi tanaman yang mempunyai sifat baru.
Teknik dalam kultur jaringan ini mempunyai berbagai macam manfaat yang besar bagi manusia sesuai fungsinya. Antara lain yaitu sebagai berikut( Leo Anjar Kusuma, 2000):
1.      dengan teknik kultur jaringan sel Perbanyakan tanaman
Melalui teknik kultur jaringan maka akan menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dengan waktu yang relative singkat, memiliki sifat morfologi dan fisiologis yang sama persis dengan induknya serta dapat memperoleh tanaman yang bersifat unggul.
2.      Untuk mengeliminasi atau menghilangkan virus
Kultur jaringan dilakukan dalam keadaan steril didalam media sehingga tanaman yang terkena virus dapat dihilangkan jadi akan disapat tanaman yang bebas virus.
3.      Memperbaiki sifat tanaman.
Seringkali jika menggunakan perkembangbiakan secara generative maka sifat keturunannya tidak sama dengan induknya bahkan bisa jadi lebih buruk, tetapi dengan teknik kultur jaringan dapat memperbaiki sifat tanaman bahkan dapat menghasilkan bibit unggul karena adanya sumaklonal yaitu variasi yang terjadi akibat perbanyakan yang tidak melewati zigot melainkan somatik.
4.      Untuk penyimpanan plasma nutfah.
Teknik kultur jaringan dapat dimanfaatkan dalam penyimpanan plasma nutfah atau benih, hal ini akan membantu petani menyimpan bibit selama perpuluh-puluh tahun dan dapat melestarikan tanaman.
5.      Produksi metabolism sekunder
Pada respirasi tanaman selain menghasilkan energy juga menghasilkan senyawa metabolit sekunder, tetapi tidak semua tanaman dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder. Metabolit sekunder ini berupa alkaloid, terpenoid, phenyl propanoid yang dapat dihasilkan
Kultur jaringan juga mempunyai beberapa kelemahan antara lain yaitu:
1.      Perbanyakan bibit tanaman menggunakan teknik kultur jaringan memerlukan keahlian dan ketrampilan khusus.
2.      Harga bibit tanaman yang dihasilkan dari kultur jaringan lebih mahal dari pada bibit yang berasal dari anakan.
Untuk melakukan teknik kultur jaringan maka diperlukan alat-alat laboratorium yang menunjang agar pelaksanaan kultur jaringan dapat dilaksanakan dengan baik, yaitu antara lain sebagai berikut:
1.      Laminair Air Flow Cabinet, Alat ini digunakan sebagai tahap penanaman eksplan sehingga letaknya di dalam ruang penabur yang selalu dalam keadaan steril.
2.      Enthas, alat ini berupa kotak kecil yang steril sebagai pengganti laminair air flow.
3.      Rotating shaker (penggocok), yaitu untuk mengocok kultur cair maupun aerasi stok larutan tertentu.
4.      Autoklaf, yaitu alat sterilisasi medium, instrument dan alat gelas.
5.      Timbangan analitik, untuk menimbang zat kimia dan kultur kalus.
6.      pH meter, yaitu alat yang digunakan untuk mengukur pH medium dengan memperhatikan cara kalibrasi, pengukuran pH, dan membersihkan elektroda.
7.      Lemari es, yaitu alat yang digunakan untuk menyimpan stok medium dan eksplan medium.
8.      Hot plate, yaitu alat yang digunakan untuk memanaskan medium atau membuat larutan stok yang diperlukan.
9.      Scalpel dan pinset, untuk mengambil atau memegang irisan eksplan untuk menanam eksplan.
10.  Lampu spiritus, untuk sterilisasi scalpel dan pinset didalam laminar air flow cabinet.


BAB III
ALAT DAN BAHAN

A.    ALAT
1.      Timbangan analitik
2.      pH meter
3.      Autoclave
4.      Microwave
5.      Lemari es
6.      Hot plane
7.      Shaker
8.      Laminar air flow
9.      Gelas kimia/gelas ukur
10.  Pipet ukur
11.  Batang pengaduk
12.  Botol kultur
13.  Cawan petri
14.  Pinset
15.  Scalpel
16.  Blade
17.  Lampu spiritus
18.  Tisyu
19.  Karet
20.  Plastik penutup
21.  Korek api
22.  Ruang kultur
23.  Spatula / sendok zat
24.  Gelas ukur
25.  Botol semprot isi alcohol 70%
26.  Botol stok
B.  BAHAN
1.      Senyawa kimia untuk medium dasar MS
2.      Zat pengatur tumbuh (NAA dan BAP)
3.      Akuades
4.      Larutan NaOH 1 N dan Hcl 1 N
5.      Makronutrien Stok A
a.    NH4NO3
b.    KNO3
c.    CaCl22H2O
d.   KH2PO4
e.    MgSO4.7H2O
6.      Mikronutrien Stok B
a.       Na2EDTA
b.      FeSO4.7H2O
7.      Mikronutrien Stok C
a.       MnSO4.4H2O
b.      ZnSO4.7H2O
c.       H3BO3
d.      KI
e.       Na2MoO4.2H2O
f.       CuSO4.5H2O
g.      CoCl2.6H2O
8.      Vitamin Stok D
a.       Glisin
b.      Inositol
c.       Asam nikotinat
d.      Piridoksin Hcl
e.       Thiamin Hcl
9.      Zat tambahan lain, meliputi:
a.       Karbon aktif
b.      Agar dan Sukrosa
BAB IV
CARA KERJA
-          Prosedur pembuatan medium atau media.
1.      Mempersiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan.
2.      Menghitung  zat kimia yang diperlukan untuk membuat stok sesuai kebutuhan.
3.      Menimbang semua bahan yang diperlukan sesuai kebutuhan.
4.      Mencampurkan semua bahan dan diproses sehingga menjadi medium yang dapat dignakan dalam kultur jaringan.
-          Sterilisasi eksplan
Yaitu untuk mengatasi atau memperkecil kemungkinan kontaminasi mikroba dengan maksud untuk mengurangi ukuran populasi mikroba, dapat dilakukan sebagai berikut:
1.      Mencuci bersih dengan air mengalir pada saat akan memulai kultur jaringan dan membuang bagian tanaman yang tidak dibutuhkan atau tidak dikulturkan.
2.      Melakukan pembersihan meliputi pencucian, dan menggosokan secara merata untuk membuang daun mati atau partikel tanah yang masih tertinggal serta membuang sebagian daun yang tidak digunakan dalam kultur.
3.      Mencuci bersih bagian tanaman yang digunakan dalam kultur jaringan dengan air mengalir dari 20menit sampai beberapa jam untuk membuang jutaan mikroba ke drainase.
4.      Melakukan sterilisasi dengan merendam eksplan dalam alcohol dan merendam dalam kaporit.

-          Cara kerja dalam kultur jaringan secara umum, diantaranya yaitu:
1.      Menyemprotkan 70% etil atau isopropyl alcohol kebagian dalam laminar air flow cabinet dan mengusapkannya sebelum cabinet dihidupkan.
2.      Menyalakan cabinet dan menyalakan lampu UV selama 2 jam, setelah 2 jam lampu dipadamkan.
3.      Meletakkan bahan tanaman yang akan dikultulkan dan alat-alat yang dibutuhkan dalam kultur jaringan.
4.      Mencuci tangan dan lengan dengan sabun dibawah air mengalir sampai bersih dan mengusapkan tangan dengan alcohol 70% sebelum memulai penanaman.
5.      Mengatur ruang keja dalam cabinet sehingga tidak menghalangi saat penanaman berlangsung dan berhati-hati menggunakan api spirtus.
6.      Jika eksplan yang digunakan jatuh dalam cabinet maka tidak menggunakannya untuk ditanaman karena eksplan tersebut telah terkontaminasi dan tidak steril lagi.
7.      Setelah selesai menanam maka mematikan cabinet, kemudian menyemprotkan dan mengusapkan bagian dalam cabinet dengan alcohol 70 % lalu mematikannya.

-          Prosedur pencucian dan sterilisasi alat yang digunakan dalam kultur jaringan.
1.      Mengotoklaf kultur yang sudah tidak dipakai lagi dan kultur yang telah tekontaminasi jamur dan bakteri untuk mencairkan agar dan mematikan mikroorganisme yang masuh ada,
2.      Mengosongkan wadah kultur lalu memcuci dengan bersih dan merendamnya kedalam sabun atau detergen selama semalam.
3.      Menggosok wadah kultur dengan sikat dan dicuci bersih dengan air mengalir.
4.      Menyimpan wadah kultur pada tempat bersih yang telah disediakan setelah dikeringkan terlebih dahulu.

4.1  KULTUR EMBRIO KELAPA
A.    Pendahuluan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kelapa merupakan tumbuhan palem yang berbatang tinggi, buahnya tertutup sabut dan tempurung yang keras, disalamnya terdapat daging yang mengandung santan dan air, merupakan tumbuhan serba guna; Cocos nucifera(nomina).
Tumbuhan kelapa ini dapat dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dapat disebut tumbuhan serba guna, kelapa merupakan sebutan untuk buah yang dihasilkan tumbuhan ini. Beberapa bagian pada tanaman kelapa mempunyai manfaat yaitu 1). batang kelapa, dapat digunakan sebagai kayu yang berkualitas menengah dan dapat digunakan sebagai perabotan rumah dan papan untuk rumah, 2). daun kelapa, dapat dijadikan sebagai pembuat anyaman(janur, keranjang, ketupat, kipas, tas tangan, sandal) ketika masih muda, bisa menjadi atap rumah setelah dikeringkan dan tangkai daunnya dapat dibuat sappu lidi. 3). Tandan bunga kelapa, dapat digunakan sebagai hiasan dalam acara pernikahan dan bungan betinanya dapat dimakan secara langsung dan bagian lain yang dapat dimanfaatkan yaitu daging buah kelapa, air buah kelapa, dan minyak kelapa.
Indonesia merupakan salah satu Negara terbesar di dunia yang terdiri dari kepulauan dan berada di daerah tropis dan terletak di daerah khatulistiwa serta kondisi agroklimat yang mendukung, sehingga banyak tanaman yang tumbuh di Indonesia salah satunya yaitu tanaman kelapa dan Indonesia merupakan Negara penghasil kelapa utama di dunia dan memiliki areal luas penanaman kelapa yang paling besar di dunia, yaitu sebesar 3,7 juta Ha namun ekspor produk kelapa masih jauh tertinggal dengan Negara asia lain seperti Filipina.
Untuk mengatasi hal itu maka para petani mulai mencoba melakukan perbanyakan kelapa menggunakan teknik kultur jaringan yaitu suatu cara perbanyakan tanaman dengan mengisolasi bagian tanaman atau eksplan yang ditumbuhkan dalam medium aseptic dengan wadah yang dapat tembus cahaya sehingga tanaman dapat memperbanyak diri dan begenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. ( Schwann & Scheleiden, 1938).

B.     Dasar Teori
Dalam tingkat taksonomi dalam biologi, kelapa dapat diklasifikasikan yaitu sebagai berikut:
Kingdom         : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super divisi     : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               : magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas               : Liliopsida (berkeping satu atau monokotil)
Sub kelas         : Arecidae
Ordo                : Aracales
Family             : Arecaceae (suku pinang-pinangan)
Genus              : Cocos
Spesies            : Cocos nucifera L.
Kelapa merupakan tanaman batang tunggal atau kadang-kadang bercabang, akar serabut tebal dan berkayu, berkerumun membentuk bonggol, adaptif pada lahan berpasir pantai. Batang beruas-ruas namun bila sudah tua tidak terlalu Nampak, khas tipe monokotil dengan pembuluh menyebar (tidak konsentrik), berkayu. Kayunya kurang baik digunakan untuk bagunan dan mempunyai daun majemuk, menyirip sejajar tunggal, pelepah pada ibu tangkai daun pendek, duduk pada batang dan berwarna hijau kekuningan(Wikipedia,2012), yang hampir semua bagian tanamannya dapat dimanfaatkan oleh orang Indonesia, dengan adanya banyak manfaat dari kelapa tersebut maka petani mengembangkan perbanyakan melalui teknik kultur jaringan .
Secara spesifik terdapat berbagai macam teknik kultur jaringan yaitu diantaranya yaitu kultur antera, kultur embrio, kultur protoplas, kultur tanaman berkayu, kultur biji steril, propagasi atau cloning, kultur jaringan untuk menghasilkan obat dan zat-zat lain yang berguna, penyerbukan dan pembuahan secara kultur jaringan, penyerbukan pada anggrek. (Hendaryono DPS & Wijaya A. 1994).
Pada tanaman kelapa dapat dilakukan teknik kultur jaringan yaitu kultur embrio dengan cara memisahkan dan mengisolasi embrio kelapa yang masih muda atau belum dewasa yang ditanam atau ditumbuhkan secara kultur jaringan dengan tujuan untk mendapatkan tanaman yang variable.
Tujuan kultur embrio menurut Hendaryono DPS & Wijaya A. 1994 yaitu sebagai berikut:
1.      Memperpendek siklus breeding, yaitu tanaman yang semula membutuhkan waktu yang lama untuk berkecambah, dengan kultur embrio dapat mempercepat perkecambahan.
2.      Menguji kecepatan validitas biji, perkecambahan embrio dapat lebih nyata dan dapat lebih memberikan interpretasi yang jelas daripada menggunakan tes pewarnaan.
3.      Memperbanyak tanaman langka, dengan kultur embrio maka akan dapat memperbanyak tanaman langka seperti kelapa kopyor.
4.      Memperoleh hybrid yang langka.

C.     Alat dan Bahan
-          Alat
1.      3 buah botol kultur ( 1 isi akuades, 1 isi kaporit, 1 isi alcohol untuk tempat perendam pinset)
2.      Cawan petri yang telah disterilkan di dalam otoklaf dan dibungkus kertas
3.      Pinset, scapel, blade
4.      Lampu spiritus
5.      Botol semprot
6.      Korek api
7.      Tisu
8.      Lamina air flow
9.      Otoklaf
-          Bahan
1.      Endosperm kelapa yang berisi embrio
2.      Alcohol 70%
3.      Kaporit
4.      Medium perkecambahan kelapa
D.    Cara Kerja
1.      Melakukan sterilisasi embrio kelapa dengan cara mengambil endosperm kelapa yang mengandung embrio, mencuci sampai bersih endosperm kelapa dengan air mengalir.
2.      Didalam lamina air flow menyemprot endosperm dengan alcohol 70% selama ± 5 menit.
3.      Mengisolasi embrio dengan cara membuka endosperm menggunakan pinset, scapel, dan blade
4.      Mensterilisasi embrio dengan cara memasukkan dan meremdam kedalam botol yang berisi kaporit/ larutan kalsium hipoklorida selama ± 15 menit.
5.      Menanam embrio kedalam media perkecambahan kelapa dan menyimpan dan memelihara di tempat yang gelap.
6.      Melakukan pengocokan setiap 3hari sekali agar media perkecambahan bisa menyampur dengan baik.
7.      Mengamati perkembangan embrio setiap minggu sekali selama 4 minggu untuk mengetahui lama waktu perkecambahan.

E.     Hasil Praktikum
Medium tanpa ZPT

Medium 5µm Kinetin
  

No.
Medium
Minggu I
Minggu II
Minggu III
Minggu IV
1
5µm kinetin
A
A
A
A
2
Tanpa kinetin
A
A
A
A
Keterangan :    A = Hidup dan Tumbuh
                        B = Hidup tetapi tidak Tumbuh
                        C = Kontaminasi Bakteri
                        D = Kontaminasi Jamur
F.      Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu kultur embrio kelapa dengan cara mengisolasi bagian endosperm yang masih mengandung embrio yang belum matang dan ditanam pada medium cair yang aseptic dan diletakkan pada tempat yang gelap dan melakukan pengamatan selama 4 minggu untuk mengamati pertumbuhan embrio kelapa tersebut.
Pada praktikum kali ini terdapat 2 macam medium yaitu medium  5µm kinetin dan medium tanpa zat pengatur tumbuh, kedua macam medium tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh yaitu kinetin yang terdapat pada medium dengan pertumbuhan embrio.
Pada pengamatan yang telah dilakukan, pada minggu ke-1 embrio mulai tumbuh tetapi masih belum ada perbedaan ukuran antara embrio pada medium 5µm kinetin dan medium tanpa ZPT, pada minggu ke-2 embrio mulai berkecambah dan memiliki perbedaan ukuran yaitu pada embrio dengan medium 5µm kinetin lebih cepat berkecambah dan ukurannya lebih besar dibandingkan dengan embrio pada medium tanpa ZPT, pada minggu ke-3 dan ke-4 hasilnya tidak jauh beda yaitu ukuran embrio pada medium 5µm kinetin lebih besar ukurannya dibandingkan embrio pada medium tanpa ZPT.
Perbedaan waktu perkecambahan dan ukuran ini menunjukkan bahwa adanya zat pengatur tumbuh yaitu kinetin tersebut mempengaruhi pertumbuhan embrio kelapa atau mempengaruhi perkecambahan.
Pada praktikum yang telah saya lakukan kedua embrio kelapa tersebut berhasil tumbuh dan berkecambah serta tidak terjadi kontaminasi. Tetapi jika bibit embrio kelapa yang dijadikan sebagai eksplan erupakan embrio yang tidak sehat dengan tingkat kontaminasi tinggi, medium yang digunakan kurang steril dan lamanya atau terlalu cepat melakukan sterilisasi maka akan beresiko terkontaminasi jamur dan bakteri.
Dengan menggunakan kultur embrio kelapa ini maka jika eksplan embrio tetap dipelihara sampai bisa ditanam pada lingkungan baru atau lingkungan yang sebenarnya maka akan menghasilkan bibit kelapa degan sifat unggul dalam jumlah yang banyak dan waktu yang relative singkat.

G.    Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
-          Kultur embrio kelapa dilakukan dengan cara memisahkan dan mengisolasi embrio kelapa yang masih muda atau belum dewasa yang ditanam atau ditumbuhkan secara kultur jaringan dengan tujuan untk mendapatkan tanaman yang variable.
-          Kinetin merupakan zat pengatur tumbuh yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ukuran, perkecambahan pada embrio kelapa.
-          Embrio kelapa pada medium sam kinetin lebih cepat tumbuh dan berkecambah serta ukurannya lebih besar dibandingkan embrio pada medium tanpa ZPT.
-          Jika bibit yang dijadikan eksplan merupakan embrio yang kurang sehat, medium yang digunakan kurang steril, waktu sterilisasi yang terlalu lama atau terlalu sebentar akan memacu terjadinya kontaminasi bakteri dan jamur.
-          Dengan menggunakan kultur jaringan embrio kelapa maka akan di dapatkan bibit kelapa dengan sifat yang unggul, dan waktu yang relative singkat.

4.2  KULTUR TUNAS PISANG
A.    Pendahuluan
Pisang tentu saja bukan sesuatu hal yang asing dalam masyarakat indonesia, mungkin semua orang pernah memakan atau merasakan pisang, tanaman pisang pada umumnya sering didijumpai di kebun atau pekarangan dekat rumah karena mudah sekali dibudidayakan. Pisang biasa dihidangkan sebagai penutup makan sekaligus menjadi pencuci mulut karena kemampuannya menghilangkan bau mulut.
Pisang biasanya dibudidayakan secara tradisional atau konvensioanl yaitu dengan menanam tunas pisang dan membiarkannya tumbuh dilahan kebun atau pekarangan rumah tanpa adanya perlakuan apapun sehingga tidak dapat tumbuh secara maksimal. Pada pisang rentan sekali terkena virus sehingga pada keturunan kedua bibit tunas yang ditanam belum tentu menghasilkan pisang yang sama seperti induknya bahkan bisa saja lebih buruk.
Di era modern sekarang ini para petani sudah mulai mengembangkan cara budidaya atau memperbanyak pisang secara komersial dengan teknik jaringan. Dengan kultur jaringan maka akan mendapatkan sifat yang sama dengan induknya sehingga dapat mempertahankan kualitasnya dan dapat memperoleh tanaman dengan jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat.
Teknik kultur jaringan pada pisang dilakukan dengan cara mengisolasi tanaman berupa mata tunas dalam medium buatan yang aseptik untuk memperbanyak tanaman dengan memunculkan tunas-tunas aksilar dari mata tunas yang dikulturkan.

B.  Dasar teori
Dalam tingkat taksonomi dalam biologi, pisang dapat diklasifikasikan yaitu sebagai berikut:
Kingdom         : plantae (tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta ( menghasilkan biji)
Divisi               : Magnoliphyta (tumbuhan berbunga)
Kelas               : Liliopsida ( Berkeping satu/monokotil)
Sub kelas         : Commelinidae
Ordo                : Zingiberales
Famili              : Musaceae (suku pisang-pisangan)
Spesies            : Musa paradisiaca

Pisang merupakan tanaman yang mudah dijumpai pada kebun atau pekarangan rumah karena cara pembudidayaannya yang mudah, yaitu bisa dengan menanam mata tunas dan dibiarkan begitu saja tanpa perlakuan apapun maka dengan sendirinya pisang tersebut akan tumbuh. Pisang mempunyai ciri-ciri mempunyai tandan dengan kelompok-kelompok tersusun menjari yang sering disebut sisir, buahnya memiliki warna kuning setelah matang namun ada beberapa pisang yang berwarna jingga, merah, ungu, hijau bahkan ada yang hampir hitam sesuai jenis dan daerahnya masing-masing.
Buah pisang baik untuk kesehatan karena mempunyai kandungan gizi yang sangat baik, antara lain menyediakan energi cukup tinggi dibandingkan buah lain karena menganduung tiga gula alami yaitu sukrosa, friktosa, dan glukosa serta serat. Dan kaya akan mineral seperti kalium, magnesium, fosfer, besi, dan kalsium. 
Pisang biasanya dibudidayakan secara vegetatif menggunakan anakan atau bonggolnya, namun ukuran anakan yang cukup besar akan menyulitkan pemindahan bibit dari satu tempat ketempat yang lain dan penanaman pisang oleh satu induk pisang ukuran dan umurnya beragam sehingga akan membutuhkan lahan yang cukup luas karena pohon pisang berukuran besar. Untuk mengatasi masalah tersebut maka petani pengembangkan budidaya pisang dengan teknik kultur jaringan.
Dalam kultur jaringan pisang bagian yang dikulturkan atau eksplannya berupa mata tunas yang diisolasi dan dimasukkan kedalam medium buatan aseptik yang mengandung nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam botol yang tertutup untuk memperbanyak tanaman dengan memunculkan tunas-tunas aksilar dari mata tunas yang dikulturkan.

Budidaya pisang dengan teknik kultur jaringan mempunyai keuntungan untuk mendapatkan bibit banyak, bermutu, seragam dalam waktu yang relatif singkat, memiliki sifat yang sama seperti induknya, kesehatan bibit lebih terjamin dan bebas virus serta kecepatan tumbuh yang lebih cepat dibandingkan cara konvensional.
C.  Alat dan Bahan
-          Alat
1.      2  buah botol kultur (1 isi kaporit, 1 isi alcohol untuk tempat perendam pinset)
2.      Tempat penyimpan aquades
3.      Cawan petri yang telah disterilkan di dalam otoklaf dan dibungkus kertas
4.      Pinset, scapel, blade
5.      Lampu spiritus
6.      Botol semprot
7.      Korek api
8.      Tisu
9.      Lamina air flow
10.  Otoklaf
-          Bahan
1.      Tunas bonggol pisang
2.      Alcohol 70%
3.      Kaporit atau larutan kalsium hipoklorida
4.      Medium induksi tunas pisang

D.    Cara Kerja
1.      Mensterilisasi tunas pisang dengan cara mengambil mata tunas yang masih hidup sampai berukuran ± 1 cm lalu mencuci dengan air mengalir tunas pisang sampai bersih.
2.      Mensterilisasi mata tunas tersebut dengan cara menyemprot dengan alcohol 70 %  selama ±2-3menit.
3.      Memindahkan mata tunas pisang tersebut kedalam botol yang berisi kaporit 5% ±25 menit.
4.      Setelah 25 menit, mata tunas pisang tersebut dipindahkan kedalam cawan petri kemudian mengupas atau mengisolasi mata tunas tersebut sampai ukurannya ± 0,5 cm.
5.      Menanamnya pada medium atau media yang telah disediakan lalu disimpan dan dipelihara di tempat yang terang.
6.      Setelah 2 minggu maka menggeser letak tunas pisang di medium
7.      Melakukan pengamatan pertumbuhan tunas pisang setiap minggu sekali selama 4 minggu

E.     Hasil Pengamatan
-          Eksplan pisang yang kontam                          - Eksplan pisang yang berhasil

No
Kultur tunas pisang
medium
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
1
Pertama
K5N7
Hidup tetapi tidak tumbuh
Hidup tetapi tidak tumbuh
Hidup tetapi tidak tumbuh
Hidup dan tumbuh
2
Kedua
K5N7
Hidup tetapi tidak tumbuh
Hidup tetapi tidak tumbuh
Kontaminasi jamur
Kontaminasi jamur

F.      Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu kultur tunas pisang yang dilakukan dengan cara mengisolasi bagian mata tunas pisang yang ditumbuhkan pada medium buatan yang aseptic untuk memperbanyak tanaman dengan memunculkan tunas-tunas dari mata tunas yang dikulturkan.
Pada praktikum ini pertama-tama dilakukan mengisolasi dan mensterilisasi bonggol pisang yang akan diambil mata tunasnya dan melakukan penanaman pada medium yang telah disediakan dan ditempatkan pada tempat yang gelap.
Medium yang digunakan pada praktikum kali ini keduanya sama yaitu K5N7 yang berarti pada medium yang digunakan mengandung kinetin dan auksin dengan konsentasi yang berbeda, konsentrasi yang berbeda ini untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kinetin dan auksin pada pertumbuhan mata tunas pisang dan dalam medium juga ditambahkan karbonaktif yang bertujuan untuk menghambat terjadinya browning yaitu pencoklatan jaringan yang dapat berakibat tidak tumbuhnya jaringan menjadi tanaman baru seutuhnya.
Kinetin merupakan turunan dari sitokinin. adapun fungsi utama sitokinin adalah merangsang pembelahan sel. beberapa dari protein dapat berupa enzim yang diperlukan dalam mitosis. proses penuaan kondisi yang menyertai pertambahan umum, yang mengarah kematian organ atau organism tersebut mengalami penuaan (Salisbury, 1995) sedangkan fungsi hormone auksin yaitu membantu proses mempercepat pertumbuhan, baik pertumbuhan akar, atau batang, mempercepat perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan sel, mempercepat pemasakan buah dan mengurangi jumlah biji dalam buah.
Pada pengamatan yang telah dilakukan pada minggu ke-1 setelah penanaman, mata tunas pisang dalam medium yang pertama dan kedua masing-masing dalam keadaan hidup tetapi tidak tumbuh, pada minggu ke-2 mata tunas pada medium pertama dan kedua masih tetap hidup namun tidak tumbuh, pada minggu ke-3  mata tunas pisang dalam medium pertama tetap hidup tetapi tidak tumbuh sedangkan mata tunas pisang pada medium kedua mengalami kontaminasi jamur yang ditandai dengan warna keruh yang terdapat pada medium, dan pada minggu ke-4 mata tunas pada medium pertama masih tatap hidup dan mulai tumbuh dan muncul tunas.
Pada praktikum yang telah dilakukan menggunakan media yang mengandung kinetin dan auksin yang seharusnya dapat hidup dan tumbuh tunas dengan selang waktu yang relative singkat, tetapi pisang yang praktikan tanam ukurannya agak besar yaitu lebih dari 1 cm sehingga mempengaruhi proses pemunculan tunas sehingga memerlukan waktu yang relative lama agar pisang dapat muncul tunas.
Pada medium kedua mata tunas mengalami kontaminasi jamur yang ditandai dengan adanya warna putih keruh didalam medium, kontaminasi ini dapat disebabkan karena pisang yang digunakan praktikan merupakan pisang yang mengandung banyak virus, sterilisasi yang dilakukan kurang lama, medium yang digunakan dan cara penanaman yang dilakukan saat mengkultur mata tunas pisang.
G.    Kesimpulan
-          Kultur pucuk pisang digunakan untuk memperbanyak tanaman dengan munculnya tunas-tunas aksiler dari mata tunas yang dikulturkan dengan teknik in vitro
-          Kinetin berfungsi merangsang pembelahan sel
-          Auksin berfungsi membantudalam proses pembelahan sel.
-          Pada medium ditambahkan karbonaktif untuk menghambat browning yaitu pencoklatan jaringan yang dapat berakibat tidak tumbuhnya jaringan menjadi tanaman baru seutuhnya.
-          Pisang yang ditanamn ukurannya terlalu besar yaitu melebihi 1cm sehingga dapat menghambat pertumbuhan tunas dan memerlukan waktu yang relative lama agar dapat tumbuh tunas baru.
-          Terjadinya kontaminasi dapat disebabkan karena praktikan menanam pisang yang telah mengandung banyak virus, medium yang digunakan dalam kondisi kurang baik, kurangnya waktu sterilisasi yang digunakan dan cara penanaman yang kurang sesuai.

4.3  ORGANOGENESIS DAUN TEMBAKAU
A.    Pendahuluan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1) tembakau merupakan tumbuhan yang berdaun lebar, daunnya diracik halus dan dikeringkan untuk bahan rokok, cerutu,dsb, Nicotiana tabacum; (2) racikan daun tembakau yang sudah kering untuk rokok, sugi, dsb.
Tanaman tembakau mempunyai 3 bagian yaitu antara lain:
-          Akar: termasuk tanaman yang mempunyai perakaran tunggang dengan yang tumbuh tegak kepusat bumi. Akarnya dapat menembus 50-75cm kedalam tanah, dan akar serabutnya menyebar kesamping serta mempunyai bulu-bulu akar.
-          Batang: mempunyai batang agak bulat, agak lunak tetapi kuat yang semakin ujung semakin kecil dengan percabangan sedikit dan setiap ruas ditumbuhi daun dan ketiak daun, umumnya batang berdiameter 5cm.
-          Daun: berbentuk oval atau bulat lonjong yang ujungnya meruncing sedangkan yang berbentuk bulat mempunyai ujung tumpul dengan tulang daun menyirip dan bagian tepinya licin bergelombang, umumnya jumlah daun pada satu tanaman berkisar antara 28-32 helai.
Tanaman tembakau merupakan tanaman yang sudah tidak asing didengar, karena di indonesia penanaman dan penggunaan tembakau sudah dikenal sejak lama, tembakau mempunyai peran yang sangat penting karena tidak hanya digunakan sebagai sumber pendapatan petani tetapi tembakau termasuk tanaman perkebunan dan produk pertanian yang dapat digunakan sebagai pestisida, dalam bentuk nikotin tartrat dapat dijadikan obat dan menghasilkan protein anti-kanker yang berguna bagi penderita kanker dan pada umumnya digunakan sebagai bahan dasar rokok.
Banyaknya manfaat yang diperoleh dari tanaman tembakau maka banyak petani yang mulai mengembangkan pembudidayaan tanaman tembakau melalui teknik kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan cara pembudidayaan tanaman tembakau yang dianggap tepat karena melalui kultur jaringan maka akan didapat tanaman bebas virus dalam jumlah banyak  dengan waktu yang relatif singkat.

B.     Dasar Teori
Dalam tingkatan taksonomi tembakau adalah jenis tanaman yang memiliki klasifikasi dalam biologi yaitu sebagai berikut:
Kingdom         : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super divisi     : spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi               : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub kelas         : Asteridae
Ordo                : Solanales
Famili              : Solanaceae (suku terung-terungan)
Genus              : Nicotiana
Spesies            : Nicotiana tabacum L.
            Tembakau adalah jenis tanaman yang bergenus Nicotiana. Tembakau merupakan tanaman yang sangat menguntungkan. Hal ini karena manfaat tembakau yaitu dapat dikonsumsi, dapat digunakan sebagai pestisida, bahan dasar pembuatan rokok, tembakau kunyah, dalam bentuk nikotin tartrat dapat digunakan sebagai obat. (Wikipedia,2012)
Tembakau juga dapat dimanfaatkan yaitu sebagai penghasil protein anti kanker, melepas gigitan lintah dan membunuh serangga, obat diabetes dan antibodi, anti radang, obat HIV/AIDS, pemelihara kesehatan ternak, penghilang embun, obat luka sebagai biofuel sebagai biofuel.
Banyaknya manfaat dari tanaman tembakau tersebut maka berbagai cara dikembangkan untuk membudidayakannya, salah satu cara yaitu dengan kultur jaringan yang dapat dilakukan dengan teknik mikropropagasi. Mikropropagasi yaitu penggunaan teknik kultur jaringan dengan menggunakan eksplan atau bagian kecil tertentu tanaman untuk perbanyakan tanaman yang ditumbuhkan secara in vitro.
Tahap-tahap mikropropagasi ada 5 menurut Rice al yaitu tahap seleksi dan persiapan tanaman sumber eksplan atau bagian tanaman yang akan dikulturkan, inisiasi tunas, multifikasi tunas, pembentukan perakaran dari tunas dan aklimatisasi tunas. Sedangkan menurut george & sherington (1984) ada tiga cara tahapan mikropropogasi yaitu multiplikasi tunas dari meristem, pucuk atau aksiler, pembentukan tunas adventif(organogenesis), dan pembentukan embrio somatik (embriogenesis).
Kultur jaringan daun tembakau termasuk kedalam organogenesis, organogenesis itu sendiri adalah proses pembentukan tunas adventif (tunas yang terbentuk dari eksplan yang bukan merupakan tempat asal terbentuknya yaitu bukan tunas atau buku-buku) langsung dari jaringan bagian yang dikulturkan atau eksplan. contohnya akar, pucuk, bunga.
Organogenesis dipengaruhi oleh adanya zat pengatur tumbuh yaitu auksin dan sitokinin, tunas adventif dapat terbentuk tanpa melalui kalus tetapi bisa langsung muncul tunas atau akar tergantung konsentrasinya. Auksin digunakan dalam kultur jaringan untuk merangsang pembentukan kalus, suspensi sel dan organ, memacu terjadinya dormansi apikal dan dalam jumlah sedikit akan memacu pertumbuhan akar, sedangkan sitokinin dapat merangsang terjadinya pembelahan sel dan kombinasi auksin dan sitokinin akan memacu pertumbuhan kalus.
Selain zat pengatur tumbuh, organogenesis juga dipengaruhi oleh adanya komponen-komponen lain seperti medium yang digunakan, komponen endogen selama eksplan mulai dikulturkan dan zat kimia yang terkandung.
C.     Alat dan Bahan
-          Alat
1.      3  buah botol kultur (1 isi kaporit, 1 isi MS O, 1 isi alcohol untuk tempat perendam pinset)
2.      Tempat penyimpan aquades
3.      Cawan petri yang telah disterilkan di dalam otoklaf dan dibungkus kertas
4.      Pinset, scapel, blade
5.      Lampu spiritus
6.      Botol semprot
7.      Korek api
8.      Tisu
9.      Lamina air flow
10.  Otoklaf
-          Bahan
1.      Daun tembakau
2.      Alcohol 70%
3.      Kaporit atau larutan kalsium hipoklorida
4.      9 macam Medium tembakau

D.    Cara Kerja
1.      Mengambil daun tembakau lalu mencuci hingga bersih dengan air mengalir kemudian memotong daun tersebut berukuran ± 3x3 cm.
2.      Menstelirisasi daun tembakau dengan cara menyemprot alcohol 70% selama ± 1-2 menit.
3.      Memindahkan daun tembakauyang telah disemprot alcohol 70 % kedalam botol kultur yang telah berisi kaporit atau larutan kalsium hipoklorida 5% selama ±15 menit
4.      Memindahkan daun tembakau tersebut kedalam botol kultur yang telah berisi MS 0 selama ± 1-2 menit.
5.      Memindahkan daun tembakau steril ke dalam cawan petri dan dipotong-potong hingga berukuran sekitar 1cm2
6.      Memasukkan potongan tersebut kedalam 9 medium organogenesis dengan variasi berbeda yang telah disediakan dengan setiap botol kultur kecil ditanami 2 daun dan botol kultur yang besar ditanami 3 daun dengan posisi meletakannya terbalik
7.      Disimpan dan dipelihara diruang kultur dengan suhu ruang antara 23-26 0 C dan ditempat terang dengan pencahayaan terus menerus.
8.      Mengamati kultur setiap 2 hari sekali selama 3 minggu, mengamati pertumbuhan kalus, pucuk, akar setiap minggu dan mencatat hasilnya dalam table pengamatan.

E.     Hasil Praktikum
No.
Medium
Minggu I
Minggu II
Minggu III
Minggu IV
Minggu V
1.
BoNo
D
E
-
-
-
2.
B0N7
D
E
-
-
-
3.
B6N0
D
B
B
B+AC
B++AC
4.
B6N6
D
E
-
-
-
5.
B5N6
D
F
-
-
-
6.
B0N5
D
E
-
-
-
7.
B6N5
D
C
E
-
-
8.
B5N5
D
E
-
-
-
9.
B5N0
D
B
E
-
-

Hasil Ulangan Pratikum
No.
Medium
Minggu I
Minggu II
Minggu III
1.
B0N0
D
D
D
2.
B0N7
D
D
D
3.
B0N7
D
D
D
4.
B6N6
D
E
-
5.
B5N6
D
C
CB
6.
B0N5
D
C
CA
7.
B6N5
D
C
C
8.
B5N0
B
B
B

Keterangan :
A = Akar                    
B = Tunas, B+ = Banyak Tunas                     
C = Kalus, C+ = Banyak Kalus
D = Hidup tetapi tak tumbuh
E = Terkontaminasi Bakteri
F = Terkontaminasi Jamur
F.      Pembahasan
Pada praktikum kali ini membahas tentang kultur organogenesis daun tembakau, yang mana organogenesis itu sendiri adalah proses pembentukan tunas adventif (tunas yang terbentuk dari eksplan yang bukan merupakan tempat asal terbentuknya yaitu bukan tunas atau buku-buku) langsung dari jaringan bagian yang dikulturkan atau eksplan. Pada praktikum yang telah diakukan menggunakan daun tembakau yang telah diisolasi dan telah disterilisasi terlebih dahulu dan dipotong-potong dan ditanam pada 9 medium yang kaya akan nutrisi dan zat pengatur tumbuh dengan berbagai variasi dengan wadah yang tembus cahaya.
Perbedaan zat pengatur tumbuh pada 9 macam medium tersebut dimaksudkan agar dapat mengetahui pengaruh NAA dan BAA dalam kultur organogenesis tembakau. Pada raktikum kali ini terdapat 9 medium yang memiliki rasio konsentrasi NAA dan BAA yang berbeda yaitu : B0N0, B0N7, B6N0, B6N6, B5N6, B0N5, B6N5, B5N5, B5N0. Lambang huruf B menunjukkan BAP (sitokinin) dan lambing huruf N menunjukkan NAA(auksin) dan lambing angka menunjukkan perbandingan konsentrasi BAP dan NAA.
Berdasarkan hasil pengamatan pada minggu I semua eksplan yang ditanam dibotol semuanya hidup tetapi tidak tumbuh, dan pada minggu kedua satu persatu eksplan ada yang mengalami kontaminasi jamur dan ada yang terkontaminasi bakteri, eksplan yang terkontaminasi jamur ditandai dengan medium yang berubah warna menjadi hitam dan berserabut sedangkan pada eksplan yang terkontaminasi bakteri ditandai dengan medium yang berubah warna menjadi kuning atau keruh, tetapi ada 1 eksplan pada media B6N0 yang dapat tumbuh pada minggu ke-2 dan 3 mulai muncul tunas dan minggu ke-4 mulai muncul tunas,akar dan kalus kemudian minggu ke-5 tunas yang muncul semakin banyak disertai tumbuhnya akar dan kalus.
Untuk memperbaiki hasil praktikum maka diadakan ulangan praktikum organogenesis, dengan menanam eksplan ke 8 medium(B0N7 ada 2) yang dari praktikum sebelumnya gagal. Diperoleh hasil pada minggu pertama semua eksplan hidup tetapi tidak tumbuh kecuali medium B5N0 langsung muncul tunas sampai minggu ke-3, pada minggu ke-2 eksplan pada medium B0N0, B0N7, B0N7 masih hidup tetapi tidak tumbuh sampai minggu ke-3, eksplan pada medium B5N6, B0N5, B6N5 mulai muncul kalus, dan eksplan pada medium B6N6, mengalami kontaminasi bakteri. Pada minggu ke-3 eksplan pada medium B5N6 muncul kalus dan tunas, B0N5 muncul kalus dan akar, B6N5 muncul kalus.

No.
Medium
Minggu I
Minggu II
Minggu III
1.
B0N0
D
D
D
2.
B0N7
D
D
D
3.
B0N7
D
D
D
4.
B6N6
D
E
-
5.
B5N6
D
C
CB
6.
B0N5
D
C
CA
7.
B6N5
D
C
C
8.
B5N0
B
B
B

Berdasarkan teori jika perbandingan konsentrasi BAP > NAA maka akan muncul tunas, jika konsentrasi NAA > BAP maka akan muncul akar dan jika perbandingan BAP=NAA maka akan tumbuh kalus. Teori ini dibuktikan pada eksplan B6N0 yang pada minggu ke-2 dan ke-3 mulai muncul tunas kemudian minggu ke-4 dan ke-5 mulai muncul banyak tunas, kalus dan akar, arti dari medium B6N0 yaitu konsentrasi BAP adalah 6 dan konsentrasi NAA adalah 0 jadi BAP > NAA maka muncul tunas.
Pada ulangan praktikum juga membenarkan teori tersebut yaitu pada medium B5N6, B6N5 yaitu perbandingan BAP = NAA maka pada minggu kedua muncul kalus, dan pada medium B5N0 dari minggu pertama sampai ke-3 muncul tunas karena BAP > NAA. Pada medium B0N5 muncul kalus terlebih dahulu kemudian muncul akar. Sedamgkan Pada medium B0N0, B0N7, B0N7 hasilnya tidak sesuai teori mingkin karena disebabkan waktu pengamatan yang relative singkat dan kesalahan pada waktu sterilisasi dan penanaman.
Terjadinya kontaminasi jamur dan bakteri dapat disebabkan karena beberapa factor yaitu factor medium, factor eksplan dan lama sterilisasi yang kurang maksimal, factor ini berlaku dari waktu penanaman sampai minggu keepat sesudah penanaman sedangkan jika terjadi kontaminasi pada minggu kelima maka disebabkan oleh tumbuhan itu sendiri.

G.    Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan:
-          Medium pada kultur jaringan mempengaruhi pertumbuhan eksplan dengan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) yaitu penambahan BAP dan NAA
-          Perbedaan konsentari BAP dan NAA akan mempengaruhi variasi hasil kultur.
-          Apabila konsentrasi BAP > NAA maka eksplan akan tumbuh tunas, jika konsentrasi NAA > BAP maka eksplan akan tumbuh akar dan jika konsentrasi BAP = NAA maka eksplan akan tumbuh kalus.
-          Apabila eksplan didalam wadah atau botol kultur terkontaminasi bakteri maka warna medium akan berubah menjadi kuning dan jika terkontaminasi jamur maka medium akan berubah menjadi hitam dengan adanya seperti serabut.
-          Factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur organogenesis tembakau yaitu:
a.       Factor eksplan
b.      Factor medium
c.       Factor lamanya sterilisasi (jika sterilisasi terlalu lama maka bakteri dan jamur akan mati tetapi eksplan juga ikut mati, jika sterilisasi terlalu cepat maka eksplan akan hidup tetapi jamur dan bakteri juga hidup)


4.4  KULTUR MERISTEM MELINJO
A.    Pendahuluan
Definisi melinjo menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu tumbuhan yang batangnya lurus bercabang-cabang di bagian atasnya, daunnya bulat telur memanjang, buahnya biasa dibuat emping. Melinjo dalam bahasa sunda disebut tangkil yaitu suatu spesies tanaman yang berbiji terbuka(Gymnospermae) berbentuk pohon yang berasal dari asia tropic, ,elansia dan pasifik barat, melinjo dikenal juga dengan nama belinjo,mlinjo dalam bahasa jawa, tangkil dalam bahasa sunda. Melinjo ini banyak ditanam di pekarangan sebagai peneduh atau pembatas pekarangan dan terutama dimanfaatkan buah dan daunnya (Wikipedia,2012)
Melinjo merupakan tanaman yang mamiliki nilai ekonomis yang tinggi, melinjo dapat dikonsumsi manusia seperti daunnya dapat digunakan dalam campuran sayur, biji melinjo dapat digunakan sebagai bahan baku emping yang memiliki nilai jual tinggi dan kayunya dapat digunakan sebagai bahan baku bangunan rumah.
Dari berbagai manfaat yang ada pada melinjo maka dikembangkan pembudidayaaan melinjo dengan teknik kultur jaringan. Melinjo dapat dibudidayakan melalui kultur jaringan dengan jenis kultur meristem. Menurut wetherell(1982) Kultur meristem adalah suatu jenis dari budidaya in vitro atau kultur jaringan yang telah dipakai sejak tahun 1950 untuk mendapatkan tanaman bebas virus dari varietas yang tidak sehat akibat terinfeksi oleh virus.

B.     Dasar Teori
Dalam tingkatan taksonomi melinjo memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Divisi               : Gnetophyta
Kelas               : Gnetopsida
Bangsa                        : Gnetales
Suku                : Gnetaceae
Marga              : Gnetum
Jenis                : Gnetum gnemon L.
Melinjo yang memiliki tingkat taksononi diatas merupakan tumbuhan yang mempunyai cirri-ciri yaitu termasuk jenis tumbuhan berbiji terbuka dengan biji tidak terbungkus daging tetapi terbungkus kulit luar, batangnya kokoh dan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, daunnya tunggal berbentuk oval dengan ujung tupul, melinjo tidak menghailkan bunga dan buah sejati karena bukan termasuk tumbuhan berbunga, yang dianggap sebagai buah sebenarnya adalah biji yang terbungkus oleh selapis aril yang berdaging.(Wikipedia,2012)
Melinjo dapt diperbanyak mellui kultur jaringan dengan teknik kultur meristem. Meristem adalah kumpulan sel-sel mempunyai sifat selalu membelah. Sel-selnya kecil, inti sel relative besar, penuh plasma, vakuola kalau ada kelihatan kecil dan banyak, hinga kelihatan seperti busa. Dinding tipis, biasanya masing-masing terdiri dari dinding primitive, yang tersusun atas zat pectin atau protopektin atau dindingnya terdiri dari dinding primitive, ditambah dengan penebalan dinding primer, dari selulose yang masih tipis. Ada sel-sel biasa yang merangsang menjadi keadaan meristematis atau dinamakan meristematoid(meristemoid), yaitu jaringan nonmeristem. Bila terangsang, akan menjadi bersifat meristematis atau mempunyai kemammpuan kembali bersifat embrionik. Suryowinoto  moeso(1996)
 Kultur meristem adalah suatu jenis dari budidaya in vitro atau kultur jaringan yang telah dipakai sejak tahun 1950 untuk mendapatkan tanaman bebas virus dari varietas yang tidak sehat akibat terinfeksi oleh virus. Yang digunakan adalah bagian yang paling ujung (sebesar kira-kira 0,05-0,1 mm) dari “shoot” yaitu bagian meristem, di iris secara steril dan ditempatkan dalam kultur in vitro. Karena biasanya meristem itu bebas virus meskipun berasal dari tanaman yang terinfeksi ia akan tumbuh menjadi tanaman yang bebas virus in vitro. Penggunaan paling popular dari kultur meristem ini adalah sejak dimulainya budidaya secara modern anggrek, di sekitar tahun 1960, dan kemudian berkembang terus dengan juga memakai metode-metode in vitro lain. Wetherell(1982)
manfaat kultur meristem untuk mendapatkan tanaman bebas pathogen melalui eradikasi pathogen yang terdapat di dalam jaringan tanaman telah disadari oleh kalangan industry hortikultura. di satu pihak, system tersebut telah memperlihatkan keunggulan-keunggulan kea rah perbaikan kualitatif dan kuantitatif tanaman budi daya dipihak lain teknik tersebut mempermudah program pertukaran bahan tanaman pada tinngkat internasional (Bhojwani dan Razdan dalam zulkarnain.2009)
C.     Alat dan Bahan
-          Alat
1.      2  buah botol kultur (1 isi kaporit, 1 isi alcohol untuk tempat perendam pinset)
2.      Tempat penyimpan aquades
3.      Cawan petri yang telah disterilkan di dalam otoklaf dan dibungkus kertas
4.      Pinset, scapel, blade
5.      Lampu spiritus
6.      Botol semprot
7.      Korek api
8.      Tisu
9.      Lamina air flow
10.  Otoklaf
-          Bahan
1.      Tunas melinjo
2.      Alcohol 70%
3.      Kaporit atau larutan kalsium hipoklorida
4.      9 macam Medium tembakau


D.    Cara Kerja
1.      Mensterilisasi tunas melinjo dengan cara mengambil tunas dengan membuang daun melinjo, mencuci sampai bersih tunas melinjo dengan air mengalir.
2.      Mensterilisasi tunas tersebut dengan cara menyemprot dengan alhokol 70% selama ± 1-2 menit lalu memindahkan kedalam larutan kalsium hipoklorida atau kaporit selama ± 15 menit.
3.      Mengisolasi meristem melinjo sampai berukuran sekitar 1 mm.
4.      Melakukan pengamatan setiap seminggu sekali selama 4 minggu untuk mengetahui pertumbuhan tunas pisang.
E.     Hasil Praktikum B56N7
-          eksplan melinjo yang berhasil
Kedua

Pertama
  

No
Kultur meristem
Medium
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
1
Pertama
B56N7
A
A
B
B
2
Kedua
B56N7
A
A
A
B

Keterangan :    A = Hidup tetapi tidak tumbuh
                        B = Hidup dan Tumbuh
                        C = Kontaminasi bakteri
                        D = Kontaminasi jamur
F.      Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu kultur meristem melinjo yaitu dapat dilakukan dengan menggunakan eksplan berupa jaringan-jaringan meristematik dalam kultur melinjo digunakan meristem apical sebagai eksplan yang ditanam pada medium yang mengandung zat pengatur tumbuh sehingga dapat terjadi deferensiasi dan organogenesis yang akan tumbuh menjadi tanaman baru yang sempurna.
Pertama-tama yang dilakukan yaitu mensterilisasi tangkai melinjo yang terdapat meristem apical yang nantinya digunakan untuk eksplan, mengisolasi meristem apical dan menanamnya pada medium yang telah disediakan dan menempatkannya pada tempat yang terang. medium yang digunakan yaitu B56N7 yang artinya medium tersebut mengandung BAP -56 dan NAA-7. perbedaan konsentrasi ini dijadikan dasar untuk mengetahui pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap pertumbuhan meristem melinjo.
Pada pengamatan yang telah dilakukan pada minggu ke-1 setelah penanaman kultur pada medium pertama dan medium kedua hidup tetapi tidak tumbuh, pada minggu ke-2 pada medium pertama dan kedua meristem apical yang ditaman masih tetap hidup tetapi tidak tumbuh, pada minggu ke-3 medium pertama meristem apikalnya hidup dan mulai tumbuh muncul tunas baru sedangkan pada medium kedua masih tetap hidup dan tidak tumbuh, pada minggu ke-4 kedua medium tersebut meristem apikalnya hidup dan tumbuh muncul tunas baru.
Dari data tersebut seharusnya munculnya tunas baru pada meristem melinjo dalam waktu yang bersamaan karena medium yang digunakan mempunyai konsentrasi yang sama yaitu B56N7 tetapi dalam praktikum yang telah dilakukan hasilnya pada medium pertama lebih cepat muncul tunas baru dibandingkan dengan pada medium kedua hal ini disebabkan oleh factor-faktor yang mempengaruhi.
            Menurut George dan serrington(1984) factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur meristem melinjo yaitu:
1.      factor eksplan itu sendiri
jika eksplan yang digunakan dalam kondisi sehat baik maka prosentase keberhasilan semakin tinggi dan sebaliknya jika eksplan yang digunakan dalam kondisi yang kurang baik maka prosentase keberhasilan semakin rendah.
2.      Faktor medium kultur dan konsentrasi zat pengatur tumbuh
Pada praktikum kali ini digunakan medium B56N7 yaitu medium dengan rasio penambahan auksin yang lebih rendah dibanding sitokinin. Hal ini dimaksudkan dengan adanya komposisi konsentrasi sitokinin yang lebih tinggi disbanding auksin akan menyebabkan terbentuknya tunas, sebaliknya jika konsentrasi auksin lebih tinggi dibanding sitokinin maka akan terbentuk akar dan jika seimbang akan terbentuk kalus. pemilihan zat pengatur tumbuh yang tepat juga berpengaruh dalam keberhasilan induksi tunas (George dan Sherrington, 1984)
3.      kondisi lingkungan
Pada kultur meristem melinjo membutuhkan lingkungan yang relative sempurna dalam menunjang pertumbuhan kultur meristem, intensitas cahaya yang cukup, suhu yang dapat diatur.

Sedangkan jika ada eksplan yang mengalami kontaminasi bakteri maupun jamur dapat disebabkan oleh eksplan yang ditanam dalam kondisi yang kurang baik, medium yang digunakan dalm kondisi yang kurang baik, waktu sterilisasi yang dilakukan terlalu lama atau sebaliknya terlalu sedikit waktunya, pada proses penanaman ukuran meristem yang digunakan sangat kecil dan kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam proses kultur

G.    Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut.
-          Kultur dilakukan dengan menggunakan eksplan berupa jaringan-jaringan meristematik dalam kultur melinjo digunakan meristem apical sebagai eksplan yang ditanam pada medium yang mengandung zat pengatur tumbuh sehingga dapat terjadi deferensiasi dan organogenesis yang akan tumbuh menjadi tanaman baru yang sempurna.
-          kultur meristem dilakukan dengan cara mensterilisasi tangkai melinjo yang terdapat meristem apical yang nantinya digunakan untuk eksplan, mengisolasi meristem apical dan menanamnya pada medium yang telah disediakan dan menempatkannya pada tempat yang terang.
-          pada praktikum digunakan medium B56N7 untuk mengetahui mengetahui pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap pertumbuhan meristem melinjo.
-          pada medium pertama lebih cepat tumbuh dan muncul tunas baru dibandingkan dengan medium kedua, hal ini disebabkan karena eksplan yang digunakan berasal dari pohon yang berbeda(factor eksplan itu sendiri), factor medium dan konsentrasi zat pengatur tumbuh dan factor lingkungan luar.
-          jika ada eksplan yang mengalami kontaminasi bakteri maupun jamur dapat disebabkan oleh eksplan yang ditanam dalam kondisi yang kurang baik, medium yang digunakan dalm kondisi yang kurang baik, waktu sterilisasi yang dilakukan terlalu lama atau sebaliknya terlalu sedikit waktunya, pada proses penanaman ukuran meristem yang digunakan sangat kecil dan kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam proses kultur


4.5  AKLIMATISASI ANGGREK
A.    Pendahuluan
Anggrek merupakan salah satu jenis tanaman yang memiliki bunga dengan berbagai variasi warna yang banyak dan memiki mahkota bunga yang sangat indah sehingga anggrek dikenal sebagai tanaman hias popular diseluruh dunia, anggrek memiliki nilai jual yang sangat tinggi dan dapat menjadi komoditi ekspor yang menguntungkan bagi Indonesia karena Indonesia memiliki kekayaan jenis tanaman anggrek yang tinggi karena anggrek epifit hidup dipohon-pohon yang ada dihutan salah satu jenisnya yaitu anggrek bulan.
Tanaman anggrek dapat diperbanyak melalui kultur jaringan secara cepat dengan medium yang kita buat sendiri biji=biji anggrek dapat tumbuh dan untuk melihat kapan buah anggrek siap dipetik dan telah siap untuk ditanam dalam media kultur. (Hendaryono DPS & Wijaya A. 1994)
Aklimatisasi anggrek merupakan pemindahan bibit anggrek dari dalam botol di lingkungan aseptic ke lingkungan yang non aseptic atau lingkungan baru. Pada tahap ini merupakan tahapan yang membutuhkan ketelitian, keuletan, kesabaran dan kehati-hatian karena pada tahap tanaman anggrek untuk menjadi tanaman dewasa ini memiliki banyak kendala seperti serangan hama dan penyakit.

B.     Dasar Teori
Pada tingkatan taksonomi, anggrek dapaat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom         : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (menhhasilkan biji)
Divisi               : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas               : Liliopsida (berkeping satu atau monokotil)
Sub kelas         : Lilidae
Ordo                : Orchidales
Family             : Orchidaceae (suku angrek-anggrekan)
Genus              : Phalanopsis
Spesies            : Phalaenopsis amabilis
Terdapat bermacam-macam anggrek yang memiliki kekerabatan dekat yaitu anggrek bulan ambon, anggrek bulan raksasa, anggrek bulan sumatera, anggrek bulan kelip, anggrek bulan ekor tikus, anggrek bulan Sulawesi.
Anggrek merupakan satu suku tumbuhan berbunga dengan jenis-jenis yang tersebar luas didaerah tropika basah hingga wilayah sirkumpolar. Anggrek biasanya hidup ditanah dan membentuk umbi sebagai cara beradaptasi terhadap musim dingin. Organnya cenderung berdaging dan termasuk tumbuhan epifit dapat hidup dari embun dan udara lembab. (Wikipedia,2012)
Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol(aseptic) ke kondisi lingkungan tidak terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof, sehingga jika tanaman/ plantet tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman/planlet tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasi tanaman hasil kultur sebelum ditanam dan dijadikan induk untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptic. Aklimatisasi assalah suatu proses dimana tanaman beradaptasi dengan perubahan lingkungan. (torres,1989)
Torres, K. C. 1989. Tissue Culture Techniques for Horticultural Crops.Chapman and Hall. New York. London.

C.     Alat dan Bahan
-          Alat
1.    2 Pot/gelas plastic
2.    Baki plastic
3.    Sungkup/kantong plastic
4.    Isolasi/plester
5.    Pengaduk
-          Bahan
1.      Tanaman anggrek/ plantet
2.      MS
3.      Aquades
4.      Medium batang pakis
5.      Fungisida

D.    Cara kerja
1.      Mengambil potongan kecil-kecil pakis steril yang telah disediakan.
2.      Memasukan bahan tersebut kedalam pot yang telah disediakan.
3.      Mengambil plantet dari dalam botol, lalu mencuci dengan air mengalir, menghindari perlukaan pada plantet.
4.      Menanam plantet kedalam pot yang telah berisi potongan kecil-kecil pakis steril.
5.      Menutup pot dengan kantong plastic yang transparan dan pot diletakkan dalam baki plastic yang berisi air.
6.      Mengamati setiap hari dengan melubangi plastic transparan penutup seminggu sekali, kemudian setelah 2 minggu membuka plastic penutup.
7.      Bila muncul tanda layu maka plastic penutup dipasang kembali.

H.    Hasil Praktikum
  

No
Lama penanaman
Kegiatan dan pengamatan
1
Awal penanaman
-          Awal penanaman anggrek dikeluarkan dari botol dan dicuci bersih dengan air mengalir
-          Menyiapkan 2 pot yang diisi dengan serutan kayu dan pakis haji
-          Anggrek ditanam dan kedalam pot dan diutup dengan plastic transparan dan diletakkan di baki yang berisi air
2
Minggu I
-          Angrek 1 dan 2 mulai tumbuh
-          Penggantian air baki
3
Minggu II
-          Anggrek I dan II tumbuh
-          Penambahan air
-          pemotongan salah satu ujung plastic
4
Minggu III
-          Anggrek I dan II tumbuh dan berwarna hijau
-          Penambahan air
-          Pemotongan satu ujung plastic sehingga kedua ujungnya telah dipotong
5
Minggu IV
-          Pembukaan plastic
-          Anggrek I dan II tumbuh subur

I.       Pembahasan
Pada praktikum yang telah dilakukan yaitu aklimatisasi anggrek yaitu tahapan terakhir dalam teknik kultur jaringan dengan menanam planlet hasil kultur jaringan dengan menyesuaikan kondisi lingkungan sebenarnya dari tanaman dari lingkungan aseptic kelingkungan non aseptic dengan kata lain aklimatisasi yaitu proses agar tanaman dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan sekitarnya.
Pada praktikum kali ini dilakukan dengan cara menanam anggrek pada pot yang sudah diisi dengan arang sekap, akar pakis haji yang sudah dikeringkan dan dicampurkan dengan MS cair 20 ml kemudian menutupnya dengan plastic transparan dan meletakkannya pada baki yang berisi air.
Pada minggu pertama pot 1 dan 2 mulai tumbuh, pada minggu kedua pot 1 dan 2 mulai tumbuh dan pada minggu ini dilakukan penambahan air dan pengguntingan salah satu ujung plastic agar terjadi sedikit pertukaran oksigen didalam plastic dan diluar plastic, pada minggu ketiga pot 1 dan 2 juga tumbuh dan warnanya hijau dan dilakukan penambahan air pada baki dan pengguntingan salah satu ujung satunya. Pada minggu keempat dilakukan pembukaan plastic dan kedua anggrek tumbuh subur.
Dari pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa proses aklimatisasi yang dilakukan oleh praktikan dapat dikatakan berhasil karena anggrek dapat tumbuh dan dapat tumbuh dengan subur, keberhasilan proses aklimatisasi ini dipengaruhi oleh beberapa factor menurut Empu(2009) diantaranya yaitu jenis bibit anggrek, media in vitro, umur bibit, teknik aklimatisasi, media aklimatisasi, dan kemampuan pelaksana.
            Hal tersebut dapat dijabarkan bahwa praktikan mendapatkan jenis anggrek yang mudah untuk diaklimatisasi dengan menghasilkan prosentase bibit hidup yang tinggi, praktikan mendapatkan media in vitro yang bagus untuk perkembangan anggrek, umur bibit yang sudah siap untuk diaklimatisasi, menggunakan teknik aklimatisasi yang baik, menggunakan media aklimatiasi yang sesuai untuk pertumbuhan anggrek dengan komposisi akar pakis, arang sekap, dan MS cair 20 ml, dan kemampuan pelaksana yang runtut sehingga anggrek dapat tumbuh subur.

E.     Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
-          Aklimatisasi merupakan tahap terakhir dalam teknik kultur jaringan dengan menanan planlet hasil kultur dari lingkungan in vitro kelingkungan sebenarnya agar planlet dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan sekitarnya.
-          proses aklimatisasi dapat dilakukan dengan cara menyediakan dua pot dan mengisinya dengan akar sekap dan akar pakis haji yang telah dikeringkan sebelumnya kemudian mencampurkan 20 ml MS cair.
-          pada hari pertama dilakukan penanaman anggrek kedalam 2 pot yang telah disediakan dan meletakkan pot kedalam baki yang telah diisi air, pada minggu pertama dilakukan pengisian air dalam baki, pada minggu kedua dilakukan penambahan air pada baki dan pemotongan salah satu ujung plastik agar udara dapat masuk, pada minggu ketiga dilakukan penambahan air dan pemotongan ujung plastic satunya dan pada minggu keempat dilakukan pembukaan plastic.
-          pada minggu ke-1 sampai ke-2 anggrek yang ditanam mulai tumbuh, pada minggu ke-3 anggrek yang ditanam tumbuh dan warnanya hijau, dan pada minggu ke-4 kedua anggrek yang ditanam tumbuh subur. hal ini menunjukkan bahwa proses alkimatisasi yang dilakukan dapat dikatakan berhasil.
-          keberhasilan proses aklimatisasi dipengaruhi oleh jenis bibit anggrek yang digunakan, media in vitro, umur bibit, teknik aklimatisasi, media aklimatisasi, dan kemampuan pelaksanaan.

KESIMPULAN

-          Kultur embrio kelapa dilakukan dengan cara memisahkan dan mengisolasi embrio kelapa yang masih muda atau belum dewasa yang ditanam atau ditumbuhkan secara kultur jaringan dengan tujuan untk mendapatkan tanaman yang variable.
-          Kinetin merupakan zat pengatur tumbuh yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ukuran, perkecambahan pada embrio kelapa.
-          Embrio kelapa pada medium sam kinetin lebih cepat tumbuh dan berkecambah serta ukurannya lebih besar dibandingkan embrio pada medium tanpa ZPT.
-          Jika bibit yang dijadikan eksplan merupakan embrio yang kurang sehat, medium yang digunakan kurang steril, waktu sterilisasi yang terlalu lama atau terlalu sebentar akan memacu terjadinya kontaminasi bakteri dan jamur.
-          Dengan menggunakan kultur jaringan embrio kelapa maka akan di dapatkan bibit kelapa dengan sifat yang unggul, dan waktu yang relative singkat.
-          Kultur pucuk pisang digunakan untuk memperbanyak tanaman dengan munculnya tunas-tunas aksiler dari mata tunas yang dikulturkan dengan teknik in vitro
-          Kinetin berfungsi merangsang pembelahan sel
-          Auksin berfungsi membantudalam proses pembelahan sel.
-          Pada medium ditambahkan karbonaktif untuk menghambat browning yaitu pencoklatan jaringan yang dapat berakibat tidak tumbuhnya jaringan menjadi tanaman baru seutuhnya.
-          Pisang yang ditanamn ukurannya terlalu besar yaitu melebihi 1cm sehingga dapat menghambat pertumbuhan tunas dan memerlukan waktu yang relative lama agar dapat tumbuh tunas baru.
-          Terjadinya kontaminasi dapat disebabkan karena praktikan menanam pisang yang telah mengandung banyak virus, medium yang digunakan dalam kondisi kurang baik, kurangnya waktu sterilisasi yang digunakan dan cara penanaman yang kurang sesuai.
-          Medium pada kultur jaringan mempengaruhi pertumbuhan eksplan dengan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) yaitu penambahan BAP dan NAA
-          Perbedaan konsentari BAP dan NAA akan mempengaruhi variasi hasil kultur.
-          Apabila konsentrasi BAP > NAA maka eksplan akan tumbuh tunas, jika konsentrasi NAA > BAP maka eksplan akan tumbuh akar dan jika konsentrasi BAP = NAA maka eksplan akan tumbuh kalus.
-          Apabila eksplan didalam wadah atau botol kultur terkontaminasi bakteri maka warna medium akan berubah menjadi kuning dan jika terkontaminasi jamur maka medium akan berubah menjadi hitam dengan adanya seperti serabut.
-          Factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur organogenesis tembakau yaitu:
d.      Factor eksplan
e.       Factor medium
f.       Factor lamanya sterilisasi (jika sterilisasi terlalu lama maka bakteri dan jamur akan mati tetapi eksplan juga ikut mati, jika sterilisasi terlalu cepat maka eksplan akan hidup tetapi jamur dan bakteri juga hidup)
-          Kultur dilakukan dengan menggunakan eksplan berupa jaringan-jaringan meristematik dalam kultur melinjo digunakan meristem apical sebagai eksplan yang ditanam pada medium yang mengandung zat pengatur tumbuh sehingga dapat terjadi deferensiasi dan organogenesis yang akan tumbuh menjadi tanaman baru yang sempurna.
-          kultur meristem dilakukan dengan cara mensterilisasi tangkai melinjo yang terdapat meristem apical yang nantinya digunakan untuk eksplan, mengisolasi meristem apical dan menanamnya pada medium yang telah disediakan dan menempatkannya pada tempat yang terang.
-          pada praktikum digunakan medium B56N7 untuk mengetahui mengetahui pengaruh konsentrasi BAP dan NAA terhadap pertumbuhan meristem melinjo.
-          pada medium pertama lebih cepat tumbuh dan muncul tunas baru dibandingkan dengan medium kedua, hal ini disebabkan karena eksplan yang digunakan berasal dari pohon yang berbeda(factor eksplan itu sendiri), factor medium dan konsentrasi zat pengatur tumbuh dan factor lingkungan luar.
-          jika ada eksplan yang mengalami kontaminasi bakteri maupun jamur dapat disebabkan oleh eksplan yang ditanam dalam kondisi yang kurang baik, medium yang digunakan dalm kondisi yang kurang baik, waktu sterilisasi yang dilakukan terlalu lama atau sebaliknya terlalu sedikit waktunya, pada proses penanaman ukuran meristem yang digunakan sangat kecil dan kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam proses kultur
-          Aklimatisasi merupakan tahap terakhir dalam teknik kultur jaringan dengan menanan planlet hasil kultur dari lingkungan in vitro kelingkungan sebenarnya agar planlet dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan sekitarnya.
-          proses aklimatisasi dapat dilakukan dengan cara menyediakan dua pot dan mengisinya dengan akar sekap dan akar pakis haji yang telah dikeringkan sebelumnya kemudian mencampurkan 20 ml MS cair.
-          pada hari pertama dilakukan penanaman anggrek kedalam 2 pot yang telah disediakan dan meletakkan pot kedalam baki yang telah diisi air, pada minggu pertama dilakukan pengisian air dalam baki, pada minggu kedua dilakukan penambahan air pada baki dan pemotongan salah satu ujung plastik agar udara dapat masuk, pada minggu ketiga dilakukan penambahan air dan pemotongan ujung plastic satunya dan pada minggu keempat dilakukan pembukaan plastic.
-          pada minggu ke-1 sampai ke-2 anggrek yang ditanam mulai tumbuh, pada minggu ke-3 anggrek yang ditanam tumbuh dan warnanya hijau, dan pada minggu ke-4 kedua anggrek yang ditanam tumbuh subur. hal ini menunjukkan bahwa proses alkimatisasi yang dilakukan dapat dikatakan berhasil.
-          keberhasilan proses aklimatisasi dipengaruhi oleh jenis bibit anggrek yang digunakan, media in vitro, umur bibit, teknik aklimatisasi, media aklimatisasi, dan kemampuan pelaksanaan.

DAFTAR PUSTAKA
Hendaryono DPS & Wijaya A. 1994. Teknik Kultur Jaringan Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Yogyakarta: Kanisus
Kusuma, Anjar Leo.2000. Teori-teori Kultur Jaringan Materi Ajar.jogjakarta : UGM
Salisbury, FB., Ross, CW., 1995 . Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Penerbit ITB. Bandung
Zulkarnain, 2009. Kultur jaringan Tanaman Solusi Perbanyakan Tanaman Budi Daya. Jakarta: Bumi Aksara
Suryowinoto moeso.1996.Pemulihan Tanaman Secara In Vitro.Yogyakarta:Kanisius
wetherell.1982.Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro.Semarang:IKIP Semarang Press

Sumber dari Internet :
Empu, 2009 . Aklimatisasi Anggrek. http: //www.mitraanggrek.com. Diakses tanggal 23 juni 2012
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa. diakses tanggal 18 juni 2012 pukul 22.00
Http://id.wikipedia.org/wiki/tembakau. Diakses tanggal 18 juni 2012 pukul 23.30
http://www.artikata.com/arti-340322-melinjo.html. Diakses tanggal 20  juni 2012 pukul 21.00